Skip to content
Home » Blog Archive » Tantangan Belajar Era 21

Tantangan Belajar Era 21

Selamat datang di Tahun 2021

“Di saat perubahan drastis, pembelajarlah yang mewarisi masa depan. Yang terpelajar menemukan diri mereka diperlengkapi untuk hidup di dunia yang sudah tidak ada lagi.“ – Eric Hoffer

Tantangan Belajar Era 21

COVID19 menuntut perubahan pola hidup yang baru yang lebih kita kenal dengan new normal, bahkan perubahan itupun menuntut kita dalam perbaikan, misalkan dulu dalam awal new normal disampaikan 3M, saat ini menjadi 5M. Pengalaman yang nyata ini membuat kita sadar bahwa tidak ada yang kekal selain perubahan itu sendiri.

Demikian pula dengan perubahan pada pola ekonomi dunia atau bisa dikatakan pada skala ekonomi makro, sehingga ekonomi makro memberikan tuntutan terhadap bagaimana perusahaan menghadapi tantangan serius dalam menanggapi hal ini, salah satunya adalah tuntutan atas penghematan biaya, karyawan yang bisa memberikan respond produktivitas tinggi dengan peningkatan kompetensi dalam pekerjaanya, serta melakukan inovasi dalam produk atau proses layanan atau produksiya serta menyiapkan kecepatan perubahan dalam menghadapi fenomena situasi dunia yang lebih dikenal dengan VUCA (Voltility, Uncertanity, compelexcity and ambiguity).

Hal lainya yang mempengaruhi dalam tuntuan ini adalah percepatan dalam digitalisasi dan pengaruh internet of things (IoT) dalam implementasi industri 3.0 ke industri 4.0, bahkan di beberapa maju sudah menyiapkan diri ke industri 5.0 dengan berbagai teknologi yang tersedia saat ini.

Ekonomi berkembang menjadi ekonomi berbasis pengetahuan.

Dalam empat dekade terakhir, kekuatan ekonomi dan teknologi telah mengubah ekonomi AS (mempengaruhi ekonomi di negara-negara lainnya) dari ekonomi berbasis produksi menjadi ekonomi berbasis layanan. Dalam perekonomian lama, nilai perusahaan dan penciptaan nilai ditentukan terutama melalui aset fisik dan keuangan.

Ekonomi baru mengutamakan modal intelektual. Namun, kehidupan pengetahuan dan keterampilan manusia saat ini lebih pendek dari sebelumnya, meningkatkan tekanan untuk tetap menjadi yang terdepan dalam pendidikan dan pelatihan sepanjang karier.

Di tengah globalisasi dan revolusi teknologi, gelar empat tahun hanyalah awal dari pendidikan berkelanjutan selama empat puluh tahun. Pembelajaran seumur hidup mungkin dianggap hanya kata kunci hari ini, tetapi dengan cepat menjadi keharusan.

Persaingan yang ketat di sebagian besar industri menyebabkan meningkatnya tekanan biaya.

Bertahan dalam persaingan bisnis menjadi kunci untuk tetap bertahan dalam era ini. Karyawan yang mempunyai kompetensi yang dimikili perusahaan menjadi penentu. Kompetensi bisa ditingkatkan dalam bentuk pelatihan yang komprehensif, namun biaya pelatihan menjadi tantangan tersendiri.

Dengan metode pelatihan tradisional, perusahaan umumnya menghabiskan lebih banyak uang untuk mengangkut dan menampung peserta pelatihan daripada program pelatihan yang sebenarnya. Kira-kira dua pertiga dari biaya pelatihan dialokasikan untuk biaya perjalanan, yang merupakan pengurasan besar pada keuntungan laba.

Dalam lingkungan yang kompetitif saat ini, organisasi tidak lagi mampu meningkatkan anggaran pelatihan dengan biaya perjalanan dan penginapan yang ekstensif. Jika biaya peluang diperhitungkan, biaya pelatihan yang sebenarnya bahkan lebih tinggi. Waktu yang dihabiskan jauh dari pekerjaan untuk bepergian atau duduk di ruang kelas sangat mengurangi produktivitas dan pendapatan per karyawan.

Globalisasi bisnis menghasilkan banyak tantangan.

Kemajuan teknologi informasi menjadikan berkuranganya hambatan perdagangan dalam memfasilitasi bisnis di seluruh dunia. Ketika perbatasan menjadi kurang bermakna, persaingan global meningkat. Ekspansi internasional dan akselerasi aktivitas penjualan, telah menghasilkan korporasi yang lebih besar dan kompleks.

Bisnis saat ini memiliki lebih banyak lokasi di zona waktu berbeda dan mempekerjakan lebih banyak pekerja dengan latar belakang budaya dan tingkat pendidikan yang berbeda dari sebelumnya. Dengan demikian, lebih banyak informasi harus disampaikan dalam organisasi yang semakin besar, menantang perencanaan internal, logistik, dan distribusi. Perusahaan di seluruh dunia sekarang mencari cara yang lebih inovatif dan efisien untuk memberikan pelatihan kepada tenaga kerja mereka yang tersebar secara geografis.

Kurangnya tenaga kerja terampil merupakan kebutuhan penggerak untuk belajar.

Dengan tingkat pengangguran yang didorong semakin kecil dan kesenjangan keterampilan yang semakin lebar di antara angkatan kerja, perusahaan bersaing ketat untuk mendapatkan pekerja terampil.

Menurut Price Waterhouse Coopers, 70% dari 1000 perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune menyebutkan kurangnya karyawan yang terlatih sebagai penghalang nomor satu mereka untuk mempertahankan pertumbuhan.

Manajer bisnis menyadari bahwa perusahaan yang menawarkan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan menikmati tingkat retensi karyawan yang lebih tinggi dan manfaat dari tenaga kerja yang lebih terampil.

Sebagai hasil dari semakin pentingnya pelatihan, semakin banyak perusahaan yang mempekerjakan Chief Knowledge Officers (CKOs) atau Chief Learning Officer (CLO) untuk merencanakan dan mengoordinasikan program pelatihan.

Perubahan teknologi meningkatkan kompleksitas dan kecepatan lingkungan kerja.

Teknologi telah mengubah cara kita hidup, bekerja, berpikir, dan belajar. Tenaga kerja saat ini harus memproses lebih banyak informasi dalam waktu yang lebih singkat. Produk dan layanan baru bermunculan dengan kecepatan yang semakin cepat.

Karena siklus produksi dan masa pakai produk terus memendek, informasi dan pelatihan dengan cepat menjadi Usang. Manajer pelatihan merasakan urgensi untuk menyampaikan pengetahuan dan keterampilan dengan lebih cepat dan efisien kapan pun dan di mana pun dibutuhkan. Di era layanan atau produksi “just-in-time”, pelatihan “just-in-time” menjadi elemen penting untuk kesuksesan organisasi.

Teknologi telah merevolusi bisnis; sekarang perusahaan harus merevolusi pembelajaran.

Di abad ke-21, orang harus belajar lebih banyak dari sebelumnya. Terutama untuk organisasi global, pelatihan berbasis ruang kelas secara langsung menjadi terlalu mahal dan tidak praktis. Bahkan jika karyawan memiliki waktu untuk menghadiri semua kursus dan seminar dan untuk membaca semua buku dan laporan, mereka harus tetap up-to-date di bidang pekerjaan mereka, biaya untuk pembelajaran semacam itu akan menjadi penghalang.

Kebutuhan untuk mengubah cara belajar organisasi mengarah ke alternatif yang lebih modern, efisien, dan fleksibel: e-learning. Misi elearning perusahaan adalah menyediakan tenaga kerja dengan program terkini dan hemat biaya yang menghasilkan pekerja berpengetahuan yang termotivasi, terampil, dan setia.

Dimanapun, kapanpun, siapapun.

Internet dapat menawarkan solusi logis untuk tujuan pendidikan dan pelatihan perusahaan. Kami memperkirakan bahwa sekitar 80% tenaga kerja profesional sudah menggunakan komputer saat bekerja.

Kendala teknis, seperti akses, standar, infrastruktur, dan bandwidth, tidak akan menjadi masalah dua tahun dari sekarang. Pertumbuhan World Wide Web, jaringan perusahaan berkapasitas tinggi, dan komputer desktop berkecepatan tinggi akan membuat pembelajaran tersedia bagi orang-orang 24 jam sehari, tujuh hari seminggu di seluruh dunia.

Ini akan memungkinkan bisnis untuk mendistribusikan pelatihan dan informasi penting ke beberapa lokasi dengan mudah dan nyaman. Karyawan kemudian dapat mengakses pelatihan jika mereka mau, di rumah atau di kantor.

7 Alasan tantangan yang dihadapi, bahkan bisa saja labih dari 7 alasan tersebut, tidak dipungkiri tantangan kompetensi karyawan, dalam sistem pembelajaran Era 21, menuntut kita untuk melakukan perubahan yang ekstrim, yaitu belajar menggunakan e-learning dan tetap menjadi pembelajar….karena pembelajarlah yang mewarisi masa depan. Yang terpelajar menemukan diri mereka diperlengkapi untuk hidup di dunia yang sudah tidak ada lagi.

Johan Wahyudi

sinaux.com

ref.:

diolah dari:

WRHambercth+co, Urdan & Weggen, 2000;

Badan Pusat Statistik, 2020