Sebelumnya kita telah membahas peraturan baru dari Kementrian Tenaga Kerja No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Kerja. Peraturan ini resmi menggantikan 3 peraturan sebelumnya, antara lain:
- Peraturan Perburuhan No. 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan di Tempat Kerja.
- Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja.
- Surat Edaran menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.01/MEN/1978 tentang Nilai Ambang Batas untuk Iklim Kerja dan Nilai Ambang atas untuk Kebisingan di Tempat Kerja.
Pada peraturan baru ini pemerintah lebih banyak menekankan pada aspek Lingkungan Kerja sebagai elemen yang mendukung keselamatan dan kesehatan pekerja saat melakukan aktivitas demi mencapai cita-cita Indonesia Mandiri Budaya K3 tahun 2020.
Namun sebenarnya apa sih yang tertera di Permenaker No. 5 Tahun 2018 sampai disebut sebagai peraturan yang menitik beratkan K3 Lingkungan Kerja? Berikut pembahasannya!
Faktor Ergonomi
Faktor ergonomi ialah faktor kesesuaian antara cara kerja, posisi kerja, alat kerja, dan angkat terhadap tenaga kerja. Bisa dibilang faktor ini ialah penyelarasan antara equipment dan human resources.
Jika dalam 3 peraturan sebelumnya sama sekali tidak disinggung soal Ergonomi, Permenaker 5 tahun 2011 justru memuat hal-hal seperti desain layout tempat kerja, desain manual handling, pengumpulan data antropologi pekerja dan penggunaanya, serta penilaian batas beban angkat yang aman. Dengan adanya nilai-nilai ini, perusahaan akan sangat terbantu dalam membuat tempat kerja yang sesuai dengan standar K3.
Standar Iklim Kerja Dingin
Yang dimaksud dalam iklim kerja dingin ialah bagaimana perusahaan mengatur standar untuk suhu dingin, kecepatan angin, suhu aktual dan tingkat bahaya. Sebab tanpa adanya pengaturan akan iklim kerja dingin dapat menjadi potensi bahaya yang memengaruhi suhu tubuh pekerja sehingga dapat mengakibatkan hipotermia. Dalam klausul ini juga disebutkan bagaimana pekerja shift harus mendapatkan waktu istirahat selama 4 jam.
Faktor Psikologi
Hubungan personal antara pekerja di tempat kerja menjadi salah satu nilai yang diemban oleh Permenaker No. 5 Tahun 2018. Hal ini disebabkan faktor psikologi ternyata cukup berpengaruh untuk keselamatan dan kesehatan kerja.
Untuk mengukur faktor psikologi digunakan metode survei dengan 7 skala yang meliputi tugas pekerjaan, waktu untuk pertemuan-pertemuan yang tidak penting, tugas kompleks yang dikerjakan, dan lain-lain.
(Baca juga: Permenaker No. 5 Tahun 2018: Upaya Pemerintah Wujudkan Indonesia Mandiri Budaya K3 Tahun 2020)
K3 Lingkungan Kerja
K3 Lingkungan kerja menjamin dan melindungi keselamatan serta kesehatan tenaga kerja dengan adanya kontrol terhadap lingkungan kerja dan higiene sanitasi.
Dalam pelaksanaannya, K3 Lingkungkan Kerja telah digunakan sebagai salah satu bidang regulasi K3 seperti K3 lainnya. Namun secara teoritis baru dijelaskan pada permenaker No.5 tahun 2018 ini.
Penerapan Higiene dan Sanitasi
Menggantikan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerapan Higiene dan Sanitasi di Tempat Kerja, peraturan ini juga mengatur penerapan higiene dan sanitasi di tempat kerja yang mencakup kegiatan pengecatan ulang dinding dan langit-langit setidaknya 5 tahun sekali, pengadaan jamban setiap 40 kali, adanya jamban yang cukup untuk area konstruksi atau tempat kerja yang bersifat sementara.
Baca selanjutnya di sini: Apa yang Baru dari Permenaker No. 5 Tahun 2018? (Bag. 2)